Rendah Hati, Rahasia Untuk Menyatu

Oleh Pdt. Henoch Edi Haryanto

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran & perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri & mengambil rupa seorang hamba & menjadi sama dengan manusia” (Fil.2:5-7).

Kekuatan komunitas orang percaya terletak pada kesatuan hati, pikiran, kasih, jiwa & tujuan di antara para anggotanya. Jika kesatuan itu tak dimiliki, maka kesatuan orang percaya berada dalam bahaya. Bila kita simak dengan seksama Fil. 2:1-4, rupanya ada ancaman internal yang berpotensi mengoyak kesatuan di jemaat Filipi, yaitu sikap yang mementingkan diri sendiri sehingga menganggap orang lain tidak penting atau menganggap diri lebih baik & lebih hebat daripada orang lain alias sombong. Paulus mengajarkan kepada kita, kalau kita ada di dalam Kristus maka egoisme & individualisme tidak mendapat tempat. Ya, di dalam Kristus kita saling menasehati, menghiburkan, bersekutu dalam Roh, mengobarkan kasih mesra & belas kasihan.

Menanggapi ancaman tersebut (Fil.2:5), Paulus mengajak segenap jemaat Filipi untuk menaruh pikiran & perasaan yang terdapat di dalam Kristus Yesus. Ungkapan “dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran & perasaan” (present active imperative) bermakna bahwa kita diperintahkan untuk terus berpikir (phroneō) seperti Kristus. Artinya, sikap Kristus yang dinyatakan karena sasaran dari keKristenan adalah keserupaan dengan Kristus dalam pikiran & perbuatan. Yesus sendiri rela melepaskan identitas dengan segala hak-Nya walaupun Ia adalah Allah. Kata “ dalam ” (Yunani “huparchon”) menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki & hal itu tidak bisa berubah (Fil.2:6). Kata ‘ huparchon ’ ditulis dalam bentuk present participle aouris, memberi pengertian tentang keberadaan Kristus masih berlaku terus, artinya Dia tetap Allah. Yesus adalah Allah & ini tak bisa berubah. Allah memang memiliki sifat yang tidak bisa berubah (Mal.3:6; Maz.102:26-28; Yak.1:17; Ibr.13:8), karena kalau Ia bisa berubah, itu menunjukkan bahwa Ia tidak sempurna!

Istilah “ morphe Theuo ” = rupa Allah; segala atribut Allah dikenakan kepada Yesus Kristus. Kata “ rupa ” (morphe): rupa hakiki; suatu ungkapan permanen tentang sifat-sifat hakiki. Kata “ keadaan ” (schema) ayat 8; mengacu kepada penampilan lahiriah yang bisa berubah-ubah. Kata “ kesetaraan ” (isos); setara secara kualitas & kuantitas.

Saudara, segala atribut kebesaran / kemuliaan telah ditanggalkan oleh Yesus. Dialah Pencipta yang masuk ke dunia & membatasi diri dengan menjadi manusia ciptaan. Bahkan, bukan hanya mengosongkan diri, Ia melangkah lebih rendah menjadi hamba & mati menanggung penderitaan & aib tak terperi. Perhatikanlah bagaimana Yesus telah merendahkan diri-Nya. Merendahkan diri memang bukan perkara mudah, sebab itu kita perlu melatih diri untuk bersikap demikian dalam relasi kita dengan sesama, khususnya di antara orang percaya. Itu bisa ditunjukkan dengan kesediaan mengalah saat berbeda pendapat untuk hal-hal yang tidak prinsipiel.

Selamat untuk menerima satu dengan yang lainnya, tanpa melihat segala perbedaan & kekurangan.

Selamat Pagi, Tuhan beserta kita.

#henochedi

Silahkan share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *